Bagian - 1
Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 M yang telah disahka pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 (tujuh) Oktober 1527 M hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H.Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Proses Sejarah Indramayu Menurut Babad Dermayu penghuni partama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.
Dengan didampingi Ki Tinggil
dan berbekal senjata Cakra Undaksana berangkatlah mereka ke arah barat untuk
mencari sungai Cimanuk. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai,
Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika
pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan
tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka,
namun orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan cimanuk karna cimanuk
telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah barkata
demikian orang tarsebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki
Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan
tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 1474 - 1513.
Kemudian Raden Wiralodra dan
Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari
berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah
Cimanuk , tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut
sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia
hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku
Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai
Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai
seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah
sungai Cimanuk yang tuan cari.”.
Saat mereka melanjutkan
perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa
untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis
itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengelurkan Cakranya kearah Larawana,
gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera
mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah
sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralidra tertidur dan bermimpi bertemu
Ki Sidum , dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang
kelak akan menjadi tempat bermukim.
Setelah ada kepastian lewat
mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka
menetap di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. Pedukuhan Cimanuk makin hari
makin banyak penghuninya. diantaranya seorang wanita cantik paripurna bernama
Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah
mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama
24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan
di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan “Makam Selawe”.
Untuk menyaksikan langsung
kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi
Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra
maka dia meloncat terjun ke dalam Sungai Cimanuk dan mengakui kekalahannya.
Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan
pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan,
“Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama
hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil
dalam usaha membangun daerah ini”.
Untuk mengenang jasa orang
yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan “DARMA AYU”
yang di kemudian hari menjadi “INDRAMAYU”.
Berdirinya pedukuhan Darma
Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim
Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1
sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 M.
1.3 Catatan proses Indramayu
lainnya
Cerita pedukuhan Darma Ayu
adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan
lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara
lain:
a. Berita yang bersumber pada
Babad Cirebon bahwa seorang saudagar China beragama islam bernama Ki Dampu
Awang datang ke Cirebon pada tahun 1415. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti
dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini
dapat disimpulkan bahwa Desa Junti sudah ada sejak tahun 1415 M .
b. Catatan dalam buku Purwaka
Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan,dimana pada tahun 1417 M Sunan
Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan
bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan .
c. Di tengah kota Indramayu
ada sebuah desa yang bernama Lemah Abang, nama itu ada kaitannya dengan nama
salah seorang Wali Songo Syeikh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syeikh
Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya (1450 - 1406) Syeikh Lemah Abang pernah
tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk
mengajarkan agama islam.
Setelah bangsa Portugis pada
tahun 1511 menguasai Malaka antara 1513-1515 pemerintah Portugis mengirimkan
Tom Pires ke Jawa . Dalam catatan harian Tom Pires terdapat data- data bahwa :
> Tahun 1513-1515
pedukuhan Cimanuk sudah ada bahkan sudah mempunyai pelabuhan
> Pedukuhan Cimanuk ada
dalam wilayah kerajaan sunda (Pajajaran) .
Melihat bukti-bukti atau
sumber di atas diperkirakan pada akhir abad XVI M daerah Indramayu sekarang
atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia. [Bagian selanjutnya klik disini]
Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 M yang telah disahka pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 (tujuh) Oktober 1527 M hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H.Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Proses Sejarah Indramayu Menurut Babad Dermayu penghuni partama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.
Suatu saat Raden Wiralodra
tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung sumbing, setelah
melampau masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai wiralodra apabila engkau
ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah Sungai Cimanuk.
Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk
mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur
makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana”.
Sumber : Komunitas Orang Indramayu [Facebook]
No comments:
Post a Comment